Senin, 17 Desember 2007

Sudah Terujikah Iman Kita?


BILA kita sudah menyatakan iman dan kita mengharapkan manisnya buah iman yang kita miliki yaitu surga, sebagaimana yang dijanjikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala :
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shalih, bagi mereka adalah surga Firdaus menjadi tempat tinggal” (Al-Kahfi :107)
Maka marilah kita bersiap-siap untuk menghadapi ujian berat yang akan diberikan Allah kepada kita. Dan bersabarlah kala ujian itu datang kepada kita. Allah memberikan sindiran kepada kita yang ingin masuk surga tanpa melewati ujian yang berat.
“Apakah kalian mengira akan masuk surga sedangkan belum datang kepada kalian (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kalian? Mereka ditimpa malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya. Bilakah datangnya pertolongan Allah? Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat” (Al-Baqarah : 214).
Cobalah kita renungkan, apa yang telah kita lakukan untuk membuktikan keimanan kita? Cobaan yang telah kita alami dalam mempertahankan iman kita? Apa yang telah kita korbankan untuk memperjuangkan aqidah dan iman kita?
Bila kita memperhatikan perjuangan Rasulullah SAW dan orang-orang terdahulu dalam mempertahankan iman mereka dan betapa pengorbanan mereka dalam memperjuangkan iman mereka. Mereka rela mengorbankan harta mereka, tenaga mereka, pikiran mereka, bahkan nyawa pun mereka korbankan untuk itu. Rasanya iman kita ini belum seberapa atau bahkan tidak ada artinya dengan iman mereka.
Apa kita tidak malu meminta balasan dari Allah, sementara pengorbanan kita sedikitpun belum ada? Ujian yang diberikan oleh Allah kepada manusia adalah berbeda-beda.
Dan ujian dari Allah bermacam-macam bentuknya. Setidaknya ada empat mcam ujian yang telah dialami para pendahulu kita:Yang Pertama, ujian yang berbentuk perintah untuk dilaksanakan. Seperti perintah Allah kepada Nabi Ibrahim Alaihissalam untuk menyemblih putranya yang sangat ia cintai.
Ini adalah satu perintah yang betul-betul berat dan mungkin tidak masuk akal. Bagaimana seorang bapak harus menyemblih anaknya yang sangat dicintai. Padahal anaknya itu tidak melakukan kesalahan apapun. Sungguh ini ujian yang sangat berat sehingga Allah sendiri mengatakan:
“Sesungguhanya ini benar-benar suatu uijan yang nyata” (Ash- Shaffat : 106)
Dan di sini kita melihat bagaimana kualitas iman Nabi Ibrahim Alaihissalam yang benar-benar sudah tahan uji. Sehingga dengan segala ketabahan dan kesabarannya perintah yang sangat berat itu dijalankan.
Apa yang dilakukan Nabi Ibrahim dan putranya adalah pelajaran yang sangat berat dan sangat berharga bagi kita. Perlu kita tauladani karena sebagaimana yang kita rasakan dalam kehidupan kita banyak sekali perintah Allah yang dianggap berat dan dengan berbagai alasan kita berusaha untuk tidak melaksanakannya. Sebagai contoh Allah telah memerintahkan kepada para muslimah untuk, menggunakan jilbab (pakaian yang menutup seluruh aurat). Secara tegas untuk membedakan antara wanita muslimah dan wanita musyrik, sebagaimana dalam firman-Nya:
“Hai Nabi katakan kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Al-Ahzab : 59)
Namun kita lihat sekarang masih banyak wanita Muslimah di Indonesia khususnya tidak mau memakai jilbab dengan berbagai alasan. Ada yang menganggap kampungan, tidak modis, atau beranggapan bahwa jilbab adalah bagian dari budaya bangsa arab. Ini pertanda bahwa iman mereka belum lulus ujian. Padahal Rasulullah SAW memberikan ancaman kepada para wanita yang tidak mau memakai jilbab dalam sabdanya : “Dua golongan dari ahli neraka yang belum aku lihat, suatu kaum yang membawa cambuk seperti ekor sapi, yang dengan cambuk itu mereka memukul manusia, dan wanita yang memakai baju tetapi telanjang berlanggak-lenggok menarik perhatian, kepala-kepala meraka seperti punduk unta, mereka tidak akan masuk surga dan mencium wanginya”. (HR. Muslim). Bersambung.
Yang Kedua, ujian yang berbentuk larangan untuk ditinggalkan. Seperti yang terjadi pada Nabi Yusus a.s. Ia diuji dengan seorang perempuan cantik. Istri seorang pembesar Mesir yang mengajaknya berzina.
Kesempatan itu sudah sangat terbuka. Tapi ketika keduanya sudah tinggal berdua di rumah dan perempuan itu telah mengunci seluruh pintu. Namun Nabi Yusuf membuktikan kualitas imannya. Ia berhasil meloloskan diri dari godaaan perempuan itu, padahal sebagaimana pemuda umumnya yang memepunyai hasrat kepada wanita. Ini artinya dia telah lulus dari ujian atas imannya.
Sikap Nabi Yusuf alaihissalam ini perlu kita ikuti. Terutama untuk anak muda muslim di zaman sekarang. Di saaat pintu-pintu kemaksiatan terbuka lebar pelacuran merebah dimana-dimana, minuman keras dan obat-obat terlarang sudah merambah ke berbagai lapisan masyarakat.
Sampai-sampai anak-anak yang duduk di sekolah dasar pun sudah ada yang kecanduan. Perzinaan seakan menjadi bahan biasa bagi anak muda sehingga tidak heran bila menurut sebuah penelitian, bahwa di kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya enam dari sepuluh remaja putri sudah tidak perawan.
Akibatnya setiap tahun sekitar dua juta bayi dibunuh dengan cara aborsi atau dibunuh beberapa saat setelah anaknya lahir. Keadaan seperti itu diperparahkan dengan berbagai media cetak yang berlomba-lomba memamerkan aurat wanita.
Juga media elektronik dengan acara-acara yang sengaja dirancang untuk membangkitkan gairah seksual para remaja. Pada saat seperti inilah sikap Nabi Yusuf a.s perlu ditanamkan dalam dada pemuda muslim.
Para pemuda muslim harus selalu siap siaga menghadapi godaan demi godaan yang akan mejerumuskan dirinya ke jurang kemaksiatan.
Yang ketiga, ujian yang berbentuk musibah seperti terkena penyakit, ditinggalkan orang yang dicintai, dan sebagainya. Sebagai contoh Nabi Ayub a.s yang diuji oleh Allah dengan penyakit yang sangat buruk sehingga tidak ada sebesar lubang jarum pun dalam badannya yang selamat kecuali hatinya. Seluruh hartanya telah habis, tidak tersisa sedikitpun untuk biaya pengobatan penyakitnya dan nafkah istrinya. Seluruh kerabat meninggalkannya, tinggal ia dan istrinya yang setia menemaninya dan mencarikan nafkah untuknya. Musibah ini berjalan selama delapan belas tahun, sampai pada saat yang sangat sulit sekali baginya memelas sambal berdo’a kepada Allah.
“Dan ingatlah akan hamba Kami Ayub ketika ia menyeru Tuhannya, sesungguhnya aku diganggu syaitan dengan kepayahan dan siksaan”. (Tafsir Ibnu Katsir, Juz 4 hal 51).
Dan ketika itu Allah memerintahkan Nabi Ayub a.s untuk menghatamkan kakinya ke tanah, kemudian keluarlah mata air dan Allah menyuruhnya untuk meminum dari air itu. Maka hilanglah seluruh penyakit yang ada di bagian dalam dan luar tubuhnya. (Tafsir Ibnu Katsir, Juz 4 hal 52). Begitulah ujian Allah kepada Nabi-Nya, masa delapan balas tahun ditinggalkan oleh sanak saudara merupakan perjalanan hidup yang sangat berat, namun di sini Nabi Ayuub a.s membuktikan ketangguhan imannya, tidak sedikitpun ia merasa menderita dan tidak terbetik pada dirinya untuk menanggalkan imannya. Iman seperti ini jelas tidak dimiliki oleh banyak saudara kita yang tega menjual iman dan menukar aqidahnya dengan sekantong beras dan sebungkus sarimi, karena tidak tahan menghadapi kesulitan hidup yang mungkin tidak seberapa bila dibandingkan dengan apa yang dialami oleh Nabi Ayub a.s ini.
Yang keempat, ujian lewat tangan orang-orang kafir dan orang-orang yang tidak menyenangi Islam. Apa yang dialami oleh Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya terutama ketika masih berada di Mekkah kiranya cukup menjadi pelajaran bagi kita, betapa keimanan itu diuji dengan berbagai cobaan berat yang menuntut pengorbanan harta benda bahkan nyawa. Di antaranya apa yang dialami oleh Rasulullah SAW dan di akhir tahun ketujuh kenabian, ketika orang-orang quraisy bersepakat untuk memutuskan hubungan apapun dengan Rasulullah SAW beserta Bani Abdul Muthalib dan Bani Hasyim yang melindunginya, kecuali jika kedua suku itu bersedia menyerahkan Rasulullah SAW untuk dibunuh. Rasulullah SAW bersama orang-orang yang membelanya terkurung selama tiga tahun, mereka mengalami kelaparan dan penderitaan yang hebat.

Kerinduan Di Sepertiga Malam

Kerinduan Di sepertiga Malam

Dalam dekapan gelapnya malam
Ku rindu pada kehangatan kasih sayang-Mu

Hingga ku bangkit dari keempukan yang melenakan
Ku ambil air yang membuatku terbebas dari belenggu syaitan
Kurasakan kesejukan yang menyegarkan
Ku bentang sajadah, ku hadapkan hati dan seluruh jiwa ku kepada-Nya

Dalam sujud panjang ku pada-Nya
Ku puaskan rasa rindu yang mendalam ini
Ku benar-benar rindu dengan kehangatan cinta-Nya

Air mata ini tak tertahan mengalir begitu deras
Begitu banyak kata-kata kerinduan yang kusampaikan kepada-Nya
Begitu banyak keluhan hati yang aku utarakan kepada-Nya
Ya Allah……hamba rindu dengan kehangatan cinta-Mu
Ya Allah……hamba ingin selalu berada dalam Hidayah-Mu
Hingga hamba selalu berada dalam kehangatan cinta-Mu

Ya Allah…..kuatkan hamba untuk selalu berada di Jalan-Mu
Hingga hamba bertemu dengan-Mu kelak. Amin

Dini, Desember 2007




Jumat, 07 Desember 2007

I want to get my dream

Hari ini ku mendapatkan hasil dari kerjaku yang pertama, rasanya bahagia sekali karena dengan menerima itu satu titik cerah sudah menantiku. Karena aku punya impian setelah tamat kuiah S1 ini ingin melanjutkan kuliah S2. Dan sama seperti yang kita ketahui bersama bahwa untuk melanjutkan S2 itukan butuh biaya yang tidak sedikit, oleh karena itulah aku ingin menabung mulai sekarang untuk dana S2 tersebut. Dan selain itu juga aku punya impian bisa membantu adik2 ku kuliah, jadi dengan ilmu ku nantinya aku ingin bisa juga membantu mereka dalam mewujudkan cita2 mereka.
Aku ingin sekali melihat adek2 ku merasakan dunia perkuliahan seperti yang ku rasakan saat ini, makanya itu semua aku jadikan impian ku yang kedua. Aku tidak ingin adek2 ku tidak mencapai cita2 nya hanya gara-gara biaya. Itulah sekarang aku ingin bekerja keras memanfaatkan segala potensi yang Allah anugerahkan kepada ku untuk bisa bekerja dan menghasilkan dana yang bisa dimanfaatkan untuk mereka nantinya kuliah.
Jadi itulah impian terbesarku yang kedua. Yang pertamanya adalah melanjutkan S2.
Aku yakin setiap orang pasti memiliki impian yang ingin mereka capai, karena dengan impian itu, maka akan menjadikan kita giat untuk menjadi yang terbaik, khususnya terbaik di hadapan Allah. Karena sabda Rasulullah "Siapa yang hari ini lebih baik dari pada hari kemarin maka ia termasuk orang2 yang beruntung" oleh karena itu, dengan kita memiliki impian itu maka akan membuat kita berusaha menjadi yang terbaik dari hari ke hari. Impian dapat membuat kita memiliki sikap yang pantang menyerah, serta tidak mudah putus asa. Karena seperti yang kita ketahui bersama Impian adalah sesuatu yang benar2 ingin kita dapatkan. Makanya dampak dari adanya impian itu sangat besar. Oleh karena itu, kita sebagai hamba Allah yang terbaik harus memiliki sikap yang optimis dan selalu berusaha untuk menjadi yang terbaik. Karena Allah suka dengan hamba-Nya yang kuat.

Kamis, 22 November 2007

Menyikapi Tantangan Hidup

"Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka, jika kamu selesai dari suatu urusan, kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang lain." (QS. Alam Nasyrah :7)

Salah satu karunia Allah bagi manusia dalam menjalani kehidupannya adalah ketika diberi banyak tantangan. Oleh karena itu, semakin banyak tantangan dan kesulitan yang menghadang, Insya Allah peluang semakin dekat dengan Allah pun semakin besar.
Orang-orang yang hidupnya tanpa tantangan tidak akan memiliki tingkat kesungguhan yang bagus dalam memohon pertolonganNya. Persaingan demi persaingan adalah bagian dari karunia Allah. Sekali kita menyatakan tidak mampu hidup dalam sergapan persaingan, maka kita tidak akan pernah bisa memompa kemampuan secara maksimal. Dengan kata lain, orang yang tidak suka bersaing dan gemar menghindarinya, hidupnya akan biasa-biasa saja. Beda dengan orang yang memiliki pesaing. Ia akan selalu berusaha untuk unggul, minimal tidak sampai kalah oleh saingannya.
Artinya, suasana penuh tantangan dan persaingan adalah bagian dari karunia Allah yang membuat hidup kita lebih menarik lebih terpompa kesungguhannya, dan juga lebih banyak yang bisa kita perbuat. Akan tetapi, pada kondisi yang sama dalam hal tantangan dan kesulitannya, ternyata banyak juga orang yang jadi menderita : stres, tegang, takut was-was, bingung, cemas. Mengapa bisa terjadi? Jawabannya adalah karena pikirannya hanya serta merta lari ke dalam kemampuan dirinya atau kepada orang lain yang dipandang mampu menolong menyelesaikan masalahnya.
Padahal, siapapun yang terlalu sibuk mengandalkan kemampuan diri atau makhluk-makhluk maka hidupnya akan dicekam rasa was-was, takut, dan gelisah. Oleh karena itu, penting bagi kita kiranya dalam menghadapi segala tantangan, kesulitan, dan persaingan itu kapan dan dimana pun, tetap harus memperhatikan dua hal. Pertama, menyempurnakan sunnatullah, hukum-hukum alam yang harus diketahui dan dimiliki. Kedua, menyempurnakan ikhtiar dalam mengejar hidayah-Nya, dan pertolongan-Nya.
Keterampilan kita membuat sistem yang baik. Hidup tertib, rapih, dan disiplin, akan membuat kita beroleh banyak kesuksesan. Bahkan, kendala hidup tanpa iman sekalipun, jika seseorang bersungguh-sungguh menyempurnakan ikhtiarnya dalam mencapai apa yang dicita-citakannya dengan disertai sikap hidup yang disiplin dan tertib, Insya Allah akan mengaruniakan kesuksesan itu berkat sifat Rahman-Nya. Walaupun, belum tentu kesuksesan tersebut dapat membawa manfaat bagi kepulangannya ke akhirat. Inilah ruang lingkup sunnatullah.
Nah, kemampuan kita akan berlipat ganda manakala bersungguh-sungguh dalam menyempurnakan sunnatullah yang kita ketahui, sekaligus juga menyempurnakan amal-amal yang bisa menjadi jalan datangnya pertolongan Allah. Dengan demikian, kita pun jadi mendapatkan keuntungan ganda karena bisa memahami sunnatullah dan inayatullah, sehingga datangnya pertolongan Allah itu benar-benar dengan sifat Rahman dan Rahim-Nya. Manfaat untuk dunia dan maslahat untuk akhirat.
Adapaun bentuk pertolongan Allah itu sendiri hanya Dia yang maha tahu, sehingga tidak mesti sesuai dengan apa yang kita inginkan dan rencanakan. Mungkin pertolongan itu berupa kesanggupan untuk semakin mengenal kemampuan sendiri yang sebenarnya, yang memang sejak di alam rahim telah dititipkan-Nya untuk kita. Bukankah Dia yang menciptakan kita, pasti tahu persis bakat-bakat yang ada pada diri kita?
Bisa juga pertolongan Allah itu berupa dorongan yang kuat dalam diri, sehingga menjadi orang yang seannatiasa termotivasi untuk maju. Allah juga menggerakkan orang-orang yang memiliki potensi dan keahlian, untuk datang dan bergabung, sehingga kemampuan untuk mencapai cita-citapun menjdai berlipat ganda. Apa yang sulit didunia ini kalau tooh Dia sendiri yang ikut memprogramkan segala rencana dan cita-cita kita?
Kalau Allah sudah menolong, maka tak akan ada lagi aral melintang yang dapat menghadang dan menghambat laju perjalanan kita karena kalaupun ada, sebesar dan seberat apapun rintangan itu akan dianggap tak lebih sebagai tantangan untuk dihadapi dan dicarikan solusi-solisi yang terbaik. Kita, misalnya, tidak pernah tahu akan datangnya suatu marabahaya, tetapi Allah pasti tahu dan kan segera mendatangkan pertolongan-Nya.
Uni Soviet pernah dikenal sebagai salah satu negara adikuasa yang begitu hebat. Jaringan intelijennya, yang terkenal yang begitu hebat. Jaringan intelijennya, yang terkenal dengan sebutan KGB itu, begitu ditakuti oleh Amerika Serikat sekalipun, berkat kecerdikan dan profesionalitas agen-agennya. Demikian juga kekuatan militer dan persenjataan, termasuk senjata nuklirnya, yang membuat perang dinginnya dengan AS, mengkhawatirkan negara-negara di seluruh dunia. Akan tetapi, kenapa orang-orang hebat yang mengendalikan negara itu tidak pernah bisa mendeteksi akan keruntuhan negaranya sendiri di kemudian hari? Itu karena pengetahuan memang terlalu terbatas, dibandingkan ilmu Allah Yang Maha Luas.
Demikian kalau orang sudah ditolong oleh Allah. Selain ia akan mampu berbuat lebih banyak. Juga akan tercegah dari segala sesuatu yang dapat mencelakakannya baik di dunia maupun di akhirat kelak. Karenanya, sesuatu yang mutlak bagi siapapun yang ingin menghadapi hidup ini dengan sukses, untuk terus-menerus meningkatkan kemampuannya untuk melakukan sunnatullah, hukum-hukum alam ini dengan baik. Seraya juga meningkatkan kemampuannya untuk mengejar inayatullah. Insya Allah, akibatnya kita akan sukses dan berprestasi di dunia, sekaligus juga sukses dan beroleh kebahagiaan abadi di akhirat kelak. Wallau a'lam bishshawaab.

Senin, 12 November 2007

Untuk mu Wahai Sahabatku......

Sahabatku....
Teruslah berjalan kedepan
Jangan lagi melihat ke belakang
Meskipun aku, sahabatmu ada di sana
Tempatku gelap sahabat...
Tapi, jika kau terus melihat ke depan
Disana ada setitik cahaya
Cahaya yang sangat menantikanmu
Cahaya yang akan bertambah besar dan terang
Cahaya yang akan menerangimu
Tempatku yang gelap, jangan lagi kau lihat
Jika merindukanku, lihatlah aku dalam bayanganmu
Tapi...jangan lihat aku disaat kau berjalan
Jangan bayangkan aku, saat kau berjalan
Jika ingin melihatku, membayangkanku, maka berhentilah
Sesaat, hanya sesaat tak boleh lebih
Itupun dengan pandangan lurus ke depan
Jika memalingkan kepala, maka kau akan terjatuh
Aku tak mampu menangkapmu sahabat
Karena tempatku yang gelap
Berjanjilah sahabat kau akan menggapai cahaya itu
Dan mengajakku ke sana
Meninggalkan tempat yang gelap ini.

Perginya Sang Motivator

Bayangan itu menyelinap di mata ini ketika aku masuk dalam sebuah keramaian.

Bayangan itu sangat jelas, mulai dari sorot matanya yang memberi arti keoptimisan, wajah yang begitu ceria, mulut yang selalu mengeluarkan kata-kata pembangkit semangat, sampai dengan gerak-gerik tubuhnya yang selalu menunjukkan komitmen yang besar terhadap perubahan.

Seketika aku terpana, "mengapa bayangan itu selalu hadir?" Pertanyaan itu sering muncul, tapi tetap tak menemukan jawaban yang kuat untuk menjawabnya. Diam-diam pikiranku berputar pada kondisi satu tahun yang lalu, ketika keberadaan sang motivator itu masih dapat dirasakan. Di saat itu, semua orang sangat mengenali sang motivator, namun walaupun begitu sang motivator tidak pernah menunjukkan sikap sombong ataupun merasa bangga terhadap dirinya. Tapi terkadang karena dia adalah sang motivator, tak jarang ada orang yang justru kontra terhadap dia, sehingga akhirnya sang motivator pun mencoba berpikir mengenai dirinya "apakah sikap semangatnya selama ini salah atau bagaimana?" pikir sang motivator tersebut.
Awalnya ketika kau tahu dengan fenomena itu, aku tak begitu menghiraukannya, karena aku pikir itu hanya masalah kecil yang muncul dari adanya perbedaan. Tetapi setelah fenomena itu terjadi, lama kabar mengenai sang motivator itu tidak aku dengar. Dan sampailah suatu ketika aku mendapat kabar bahwa sang motivator itu sudah tidak berada di pulau ini lagi dan dia sudah kembali ke pulau dimana awalnya dia tinggal bersama keluarganya.
Akupun kaget setelah mendengar kabar itu, tapi rasa tidak percaya masih tetap aku rasakan, sehingga akupun tak tahan, lalu aku mencoba untuk bertanya kepada orang yang kira-kira bisa dipercaya. Dan ternyata orang itupun membenarkan kabar itu, tetapi dia juga kaget dengan kabar itu.
saat itu yang aku rasakan adalah sebuah penyesalan dan rasa kehilangan. Aku menyesal karena aku meremehkan fenomena yang sempat terjadi, sehingga aku dan teman-teman lainnya tak sempat berbuat apa-apa untuk membantu sang motivator itu. Dan aku merasa kehilangan karena dia adalah sang motivator yang benar-benar bisa menyalurkan rasa semangatnya kepada semua orang termasuk aku, dia adlah sosok pemimpin yang cukup ideal di saat itu, namun karena kepergiannya, semua orang merasa kehilangan termasuk aku.
Tetapi, sekarang suasana semangat sang motivator itu tidak pernah hilang, walaupun sang motivator itu tidak di sini lagi. Namun, kami semua selau berdoa semoga sang motivator itu tetap menjadi sang motivator selamanya....Alllahu Akbar....!!!
Untuk Sang Motivator
Kami liat tapi tak terlihat
Kami peluk tapi tak bisa
Tapi....
Perasaan yang halus dapat merasakan kehadirannya
Memang tak terlihat
Tapi dapat kami rasakan
Kedamaian yang kami rasa saat sedih
Air mata ini dapat terhenti
Hadirnya yang semu menghentikan
Jangan pernah berhenti berdoa, Akhi
Karena kami yakin, Allah SWT akan mengabulkan do'a kita
Biarkan hati kita tetap satu
Meskipun pulau memisahkan kita
Kami nanti kehadiranmu, Akhi
Meskipun hanya dalam khayalan
Muncullah selalu dalam bayangan kami, Akhi
We miss you very much....
Keep spirit coz ALLAH SWT....!!!!

Kamis, 08 November 2007

Kondisi Dakwah Hari Ini

Setelah ana baca sebuah artikel saudara ana tentang "cacat mental dakwah", maka kesimpulannya ana sepakat dengan isi dari artikel itu.
Dakwah adalah sebuah aktivitas yang sangat mulia, dan itu telah Allah janjikan dalan kitab-Nya apa pahala yang di dapat bagi hamba-Nya yang mau melanjutkan risalah Rasulullah SAW tersebut, yaitu lebih baik dari dunia dan isinya.
Tapi terkadang karena begitu besar keistimewaan bagi setiap da'i atau penerus perjuangan dakwah maka itu semua dapat membuka peluang untuk terciptanya sikap-sikap negatif yang bahkan bisa mendatangkan bukan lagi ridho Allah tapi malah kemurkaan Allah. Oleh karena itu, jangan heran jika terkadang kita belum juga memperoleh hasil dari dakwah kita, padahal sudah banyak usaha yang dilakukan dan sudah banyak pengorbanan yang diberikan, namun belum juga menampakkan peningkatan.
Dengan demikian, kita sebagai da'i perlu senantiasa memperbaharui dan menjaga niat kita dalam berdakwah yaitu lurus hanya karena Allah SWT. Sehingga kita dapat terhindar dari kemunafikan2 diri, dan Allah pun tidak ragu untuk memberikan kita pertolongan dalam meneruskan risalah Rasulullah SAW ini.
seperti kondisi dakwah kita hari ini, banyak da'i yang terlalu tinggi tingkat kecintaannya kepada kelompok dakwahnya, sehingga menganggap kelompok atau jamaah lain salah, atau pun tidak wajar. Dan itu sudah menjadi satu indikator bahwa kita telah merasa hebat dengan diri sendiri, dan terkadang dengan merasa kita telah memiliki amanah yang agak tinggi dari yang lainnya, itu telah membuat kita meremehkan pendapat teman2 yang ada di bawah kita amanahnya. Padahal kan Allah tidak pernah memperhatikan "apa jabatan kita sekarag?" tapi yang Allah perhatikan adalah apa amalan yang telah kita buat dan bagaimana niat serta keikhlasan kita dalam beramal, hanya itu yang Allah liat dari kita sebagai hamba-Nya, tepatnya Allah hanya membedakan kita dati tingkat ketaqwaan kita kepada-Nya semata. Hanya itu!

Hari itu.....

Hari itu, adalah hari yang begitu menyedihkan karena di hari itu ana menerima sebuah keputusan yang sangat berat.
Hari itu, ana menangis padahal tak biasanya ana begitu mudah untuk mengeluarkan air mata, tetapi hari itu begitu mudah air mata ini jatuh ke pipi. Mungkin karena begitu menyedihkannya beban yang baru saja ana terima, sehingga begitu mudahnya ana mengeluarkan airmata ini.
Namun, ketika pipi ini habis di basahi oleh airmata, ana merasakan belaian dari seorang sahabat di bahu ana, dia begitu perhatian ke ana, dan ketika itu dia mencoba untuk memberi kekuatan ke ana.
"mungkin ini yang terbaik, ukhty!" begitu singkat kalimat itu, tapi begitu besar maknanya saat itu, karena memang saat itu ana sedang butuh2nya kekuatan dalam menghadapi keputusan yang ana terima dalam bentuk secarik kertas.
Dan hari itu juga ana berusaha mulai untuk berbenah dan introspeksi diri, dan mulai berusaha untuk ikhlas dan sabar dengan semua ketetapan-NYA.
Dan rasanya sejak hari itu pun ana mulai dari nol, karena banyak sekali yang harus ana perbaiki, mulai dari cara beribadah ana kepada-NYA sampai kepada cara berinteraksi ana dengan hamba-NYA.

Selasa, 06 November 2007

Semua Berawal Dari Hati

Sabda Rasulullah SAW : "Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada sekarat daging, jika ia baik, baiklah jasad seluruhnya, dan jika ia rusak maka rusaklah jasad seluruhnya. Ingatlah itu adalah hati". (Diriwayatkan Imam Bukhari dan Muslim)
Hadist di atas dapat kita amalkan, bahwa setiap kita akan melangkahkan kaki untuk memulai suatu aktivitas setiap harinya, maka yang pertama sekali yang harus kita perhatikan adalah "HATI" kita. Apakah hati kita dalam suasana yang baik atau dalam suasana sebaliknya?
Seperti pengalaman saya hari ini, sebelum melangkah keluar saya mengharapkan bisa mendapatkan suasana yang bisa membuat saya senang, nyaman, dan enjoy. Tapi tak selamanya harapan kita itu akan terwujud, buktinya hari ini tidak semua harapan itu dapat terwujud, dan itu semua ditutut kesabaran dan tingkat kepandaian saya dalam memanajemen emosi ataupun keegoisan saya.
Tapi satu pelajaran yang bisa saya bagi di sini adalah ketika sejak sepertiga malam tadi saya mencoba melakukan aktivitas pembersihan hati kepada Sang Pemilik hati kita semua yaitu Allah SWT, sehingga siang ini pun ketika saya berada di luar rumah saya pun Alhamdulillah dapat mengendalikan semuanya.
Untuk itu teman semua, semua berawal dari hati, jika hati kita baik maka sikap kitapun akan menunjukkan prilaku yang baik pula, oleh sebab itu, jagalah hati jangan dikotori karena hati adalah lentera hidup ini, dan juga hati adalah cahaya Illahi.
Dan juga karena berhubung ini adalah tulisan pertama saya di blog ini maka saya ingin, saya ataupun teman-teman sebagai pembaca juga memulai aktivitasnya dengan kondisi hati yang baik pula. Amin!