Sabtu, 26 Januari 2008

Manajemen Futur

“Ana letih, tepatnya jiwa ana. Akhir-akhir ini semuanya terasa hambar. Ana seolah terjebak dalam lorong rutinitas yang panjang. Ini membuat ana bingung, harus bagaimana menyikapinya. Sementara ana tidak melihat seseorang yang mampu diajak bicara. Atau mungkin ana yang kurang terbuka, ah….entahlah. ana hanya ingin sejenak menyendiri…afwan ya….!!!”

Keluhan tersebut mungkin pernah sampai kepada kita. Bahkan mungkin pula kita yang menjadi aktor utamanya. Keluhan yang walaupun “sering” menghampiri namun tak jua membuat kita akrab dan tahu menyikapinya. Setiap kali datang kita lebih sering tidak menyadarinya. Ketika kondisi semakin memburuk baru terasa bahwa kita sedang “sakit”. Jika sudah begitu kebingungan memenuhi ruang hati kita. Keluhan dan penyakit itu kita kenal dan kita beri istilah futur. Menurut DR. Sayyid Muhammad Nuh, dalam buku Terapi Mental Aktivis Harakah menuliskan bahwa future secara istilah adalah suatu penyakit yang dapat menimpa sebagian aktivis, bahkan menimpa mereka secara praktis (dalam bentuk perbuatan).

Ada beberapa penyikapan yang bisa kita lakukan agar bisa menghindari atau tidak berlarut-larut dengan kefuturan :
1. Merancang standar ibadah harian
Setiap kita hendaknya memiliki standar ibadah harian. Suatu bentuk latihan kedisiplinan terhadap nilai keimanan. Misalnya kita mentargetkan jumlah ayat tilawah, tadabbur, dan hafalan, frekuensi shalat sunnah lainnya, jumlah infak dan sedekah, serta jumlah buku yang harus difahami. Pada saat kondisi ruhiyah kita sedang sehat maka kita bebas untuk menambah dan meningkatkannya. Akantetapi pada saat sedang futur maka standar minimalnya tidak boleh dikurangi. Hal tersebut secara tidak langsung akan menjadi obat dan penguat kita.
2. Mengenali kemampuan diri
Futur bukanlah hal yang terjadi sekali dalam seumur hidup kita. Ia terjadi berulangkali. Dengan demikian penting bagi kita untuk mengenali secara jelas penyebab yang paling memungkinkan ia hadir. Salah satu yang mungkin terjadinya kefuturan adalah apabila terlalu banyak amanah dalam waktu yang bersamaan. Seorang aktivis hendaknya mengenali betul batas-batas kemampuannya, untuk menghindari adanya amanah yang tidak dapat diselesaikan dengan optimal. Dan ini juga dapat mengatasi masalah kefuturan.
3. Menentukan ibadah unggulan
Setiap kita pasti memiliki keterbatasan yang banyak, termasuk dalam hal ibadah. Untuk menyikapinya perlu bagi kita untuk memiliki ibadah-ibadah unggulan. Sahabat Rasulullah Bilal bin Raba’ah, ditetapkan masuk surga berkat keihklasan amaliahnya dalam shalat sunnah wudhu. Sahabat Rasulullah yang mulia selalu menebus kelemahannya dalam suatu ibadah dengan mengerjakan ibadah lainnya. Jika kita membudayakannya maka akan sangat efektif untuk pengkondisian diri kita. Selalu setiap kali kelemahan menghampiri kita tahu apa yang harus dilakukan.
4. Membuat variasi-variasi dalam beraktivitas
Seperti halnya tatanan kamar tidur kita, jika senantiasa mengalami variasi tata ruang akan selalu mampu memompakan inspirasi baru untuk mnyelesaikan amanah. Dalam kegiatan pun demikian. Salah satu kelemahan aktivis dakwah saat ini adalah ketidakmampuan membuat variasi-variasi dalam aktivitasnya dan ini akan mudah menjebak kita ke dalam kejenuhan. Misalnya merubah format rapat dari formal menjadi lebih santai, atau membuat kegiatan yang lebih variatif dari segi ide dan bentuknya. Jika semangat seperti ini selalu ada maka futur bukanlah kiamat bagi kita.
5. Rihlah dan berpetualang
Orang yang banyak melakukan perjalanan biasanya memiliki kestabilan emosi yang relative baik. Itulah mengapa salah satu cara mengembangkan potensi diri adalah dengan rihlah. Dalam kerja dakwah tuntutan untuk selalu optimal adalah tuntutan setiap saat. Bukan suatu yang berlebihan jika rihlah ditetapkan menjadi agenda tetap dalam agenda-agenda dakwah kita. Rihlah memberikan suasana yang berbeda. Sejenak kita keluar dari keterkungkungan formalitas aktivis dakwah. Menyerap segenap pengalaman-pengalaman positif, baik melalui perenungan, maupun terhadap peristiwa yang dijumpai saat rihlah. Semakin banyak tabungan pengalaman positif kita maka semakin paham kita dengan diri kita sendiri. Jika demikian, ketika futur datang bagi kita bukan masalah.

Ikhwah wa Akhwatifillah, kesadaran akan optimalisasi potensi membuat kita harus senantiasa menyiapkan diri kita optimal dalam semua kondisi. Maka futur yang merupakan karakter fitrah kita, perlu disikapi proporsional. Untuk itulah mengenali, mengatur dan mengeliminasi dampaknya menjadi keterampilan yang harus dimiliki setiap aktivis dakwah. Sesungguhnya kondisi umat Islam hari ini sama sekali tidak menyisakan kesempatan bagi kita untuk berlama-lama dengan kelemahan diri. Kebodohan, keterbelakangan, dan ketertinggalan, kita harus ditebus dengan kerja keras dan usaha yang maximal. Sesungguhnya hampir tidak ada waktu bagi kita untuk lalai dari permasalahan tersebut.

Wallahu a’lam bis showab.











By: Mujahidah_2820

1 komentar:

RK mengatakan...

Jazakumullah.
Doakan ana tsabat dengan dakwah !

-www.rajakamil.com-
-ikhwahmu dari Malaysia-